Mengapa Kita Terus Menunda-nunda?

Saya tiba-tiba sadar akan laporan atau tugas yang harus dikumpulkan segera. Rasanya bukan pertama kali saya menunda-nunda sesuatu, ketika sudah berniat membuka komputer dengan tujuan mengerjakan, namun berakhir dengan mengecek ponsel atau menonton YouTube.
Kita seperti berada disiklus penundaan yang tak berujung. Meski kita semua tahu bahwa menunda bukanlah hal yang baik, mengapa kita terus melakukannya?
Memahami Akar Masalah Penundaan
Dalam psikologi, prokrastinasi atau penunda-nundaan berarti tindakan mengganti tugas berkepentingan tinggi dengan tugas berkepentingan rendah, sehingga tugas penting pun tertunda. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin, yaitu “pro” dan “crastinus”. “pro” memiliki pengertian sebagai “maju”, ke depan, serta lebih menyukai; sedangkan “crastinus” memiliki arti “besok”. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan prokrastinasi memiliki pengertian yaitu lebih suka melakukan suatu pekerjaan besok dibandingkan menyelesaikan hari ini.
Perlu dipahami bahwa tidak semua penundaan dapat dikategorikan sebagai prokrastinasi. Manajemen waktu yang baik memang mengharuskan kita untuk memilah mana tugas yang penting dan mana yang bisa ditunda.
Namun, prokrastinasi sejati terjadi ketika kita menghindari tugas yang sudah kita rencanakan, tanpa alasan yang jelas, meskipun kita sadar hal tersebut akan membawa konsekuensi negatif.
Ironisnya, prokrastinasi sebenarnya adalah hasil dari upaya otak kita untuk melindungi diri - terutama menghindari tugas yang kita merasa terancam/stress.
Ketika kita menyadari ada tugas yang harus dikerjakan, otak kita merespon layaknya menghadapi ancaman.
Amigdala, sekumpulan neuron yang terlibat dalam pemrosesan emosi, melepaskan hormon termasuk adrenalin yang memicu respons ketakutan.
Mengapa Kita Terus Terjebak?
Studi menunjukkan bahwa kita cenderung menunda tugas-tugas yang membangkitkan perasaan negatif seperti ketakutan, ketidakmampuan, dan ketidakamanan. Riset terhadap mahasiswa yang sering menunda-nunda menemukan bahwa mereka lebih mungkin menghindari tugas yang mereka anggap stressful atau menantang.
Yang menarik, persepsi tentang betapa sulitnya sebuah tugas justru meningkat selama kita menundanya. Dalam sebuah eksperimen, hasilnya menunjukan bahwa belajar sebetulnya "tidak seburuk yang dibayangkan" ketika mereka sudah mulai melakukannya.
Namun selama masa penundaan, kita secara terus menerus menilai belajar adalah sesuatu yang sangat menekan/melelahkan/membingungkan.
Jalan Keluar dari Siklus Penundaan
Umumnya orang berpikir bahwa para penunda butuh kedisiplinan dan manajemen waktu yang ketat. Namun ada penelitian yang justru menunjukkan sebaliknya. Terlalu keras pada diri sendiri bisa menambah emosi negatif pada tugas yang kita akan kerjakan, meningkatkan stress sehingga kita lebih cenderung menundanya.
The Two-Minute Rule
Salah satu teknik sederhana namun efektif untuk mengatasi prokrastinasi adalah "Two-Minute Rule" yang dipopulerkan oleh James Clear. Aturannya sederhana: jika sesuatu bisa dikerjakan dalam waktu kurang dari dua menit, lakukan sekarang juga.
Konsep ini bisa diperluas untuk tugas-tugas yang lebih besar dengan memulainya selama dua menit pertama. Misalnya:
- "Menulis laporan 10 halaman" menjadi "Menulis satu paragraf pembuka"
- "Membersihkan seluruh rumah" menjadi "Merapikan satu meja"
- "Belajar untuk ujian" menjadi "Membaca satu halaman"
Buat Jadi Lebih Mudah
Kita sering menunda karena memasang target yang terlalu tinggi. Strategi "Make Your Goal Ridiculously Easy" mengajak kita untuk membuat target yang sangat mudah dicapai, bahkan terkesan konyol mudahnya.
Contohnya:
- Alih-alih target "olahraga 1 jam", mulai dengan "1 push-up per hari"
- Daripada "menulis 1000 kata", mulai dengan "menulis 50 kata"
- Bukannya "meditasi 30 menit", mulai dengan "meditasi 1 menit"
Target yang sangat mudah ini menghilangkan resistensi mental dan membantu kita memulai. Seringkali, begitu kita mulai, kita akan naturally melakukan lebih dari target minimal tersebut.
Beberapa strategi sederhana lainnya meliputi:
- Memecah tugas menjadi bagian-bagian lebih kecil, ini seperti di artikel sebelumnya tentang dekomposisi
- Menuliskan mengapa tugas tersebut membuat kita stres
- Mengatasi hal yang menjadi penyebab stres tersebut
- Menjauhkan distraksi yang memancing kita untuk menunda
Yang terpenting, kita perlu mengembangkan sikap welas asih terhadap diri sendiri - memaafkan diri dan membuat rencana untuk melakukan yang lebih baik di kesempatan berikutnya. Karena budaya yang melanggengkan siklus stres dan penundaan pada akhirnya merugikan kita semua dalam jangka panjang.